Kitab Simbur Cahaya: Identitas Hukum Adat Bersyariat Islam
Kitab Simbur Cahaya
oleh : Kms. Gerby Novario
Kitab Simbur Cahaya merupakan kitab undang-undang hukum adat, yang merupakan perpaduan antara hukum adat yang berkembang secara lisan di pedalaman Sumatera Selatan, dengan ajaran Islam. Kitab ini diyakini sebagai bentuk undang-undang tertulis berlandaskan syariat Islam, yang pertama kali diterapkan bagi masyarakat Di Nusantara.
Kitab Simbur Cahaya, ditulis oleh Ratu Sinuhun yang merupakan isteri penguasa Palembang, Pangeran Sido Ing Kenayan (1630—1642 M). Kitab ini terdiri atas 5 bab, yang membentuk pranata hukum dan kelembagaan adat di Sumatra Selatan, khususnya terkait persamaan gender perempuan dan laki-laki.
Pada perkembangan selanjutnya, ketika Palembang berhasil dikuasai Kolonial Belanda. Sistem kelembagaan adat masih dilaksanakan seperti sediakala, yaitu dengan mengacu kepada Undang Undang Simbur Cahaya, dengan beberapa penghapusan dan penambahan aturan yang dibuat resident.
Berdasarkan informasi dari penerbit “Typ. Industreele Mlj. Palembang, 1922”, Undang Undang Simbur Cahaya terdiri dari 5 bagian, yaitu:
- Adat Bujang Gadis dan Kawin (Verloving, Huwelijh, Echtscheiding)
- Adat Perhukuman (Strafwetten)
- Adat Marga (Marga Verordeningen)
- Aturan Kaum (Gaestelijke Verordeningen)
- Aturan Dusun dan Berladang (Doesoen en Landbow Verordeningen)
Ratu Sinuhun adalah penulis Kitab Simbur Cahaya, yang merupakan undang-undang tertulis perpaduan antara hukum adat dengan ajaran Islam. Ratu Sinuhun diperkirakan lahir di Palembang pada sekitar akhir abad ke-16, dan wafat pada tahun 1642M.
Tidak banyak tulisan yang membahas riwayat hidup Ratu Sinuhun, orang mengenalnya sebagai isteri Penguasa Palembang, Pangeran Sido Ing Kenayan (1630—1642M), dan salah seorang saudara dari Pangeran Muhammad Ali Seda ing Pasarean, Penguasa Palembang (1642-1643M).
Ayahnya bernama Maulana Fadlallah, yang lebih dikenal dengan nama Pangeran Manconegara Caribon, Sementara Ibunya bernama Nyai Gede Pembayun, yang merupakan putri dari Ki Gede ing Suro Mudo, Penguasa Palembang (1555–1589M).
Melalui karya tulisnya, Kitab Simbur Cahaya, yang terdiri atas 5 bab, berfungsi mengatur pranata hukum dan kelembagaan adat di Sumatera Selatan, khususnya terkait persamaan gender perempuan dan laki-laki. Dan adalah wajar jika dikatakan, Kitab Simbur Cahaya, adalah tonggak awal Gerakan Feminisme di Nusantara, yang sejalan dengan pemahaman ad-dinul Islam.
Kepeloporan Ratu Sinuhun dalam membela hak-hak perempuan, Bahkan pemikiran Ratu Sinuhun masih banyak diyakini masyarakat melayu, seperti adanya denda atau hukuman yang berat, bagi lelaki yang menggangu perempuan.Undang-Undang ini demikian menghargai harkat dan martabat seorang perempuan.
Makam - Makam
Makam Sabokingking merupakan makam raja-raja awal kerajaan Islam di Palembang, yang sudah ada sejak 500 tahun lebih.
Ayahnya bernama Maulana Fadlallah, yang lebih dikenal dengan nama Pangeran Manconegara Caribon, Sementara Ibunya bernama Nyai Gede Pembayun, yang merupakan putri dari Ki Gede ing Suro Mudo, Penguasa Palembang (1555–1589M).
Melalui karya tulisnya, Kitab Simbur Cahaya, yang terdiri atas 5 bab, berfungsi mengatur pranata hukum dan kelembagaan adat di Sumatera Selatan, khususnya terkait persamaan gender perempuan dan laki-laki. Dan adalah wajar jika dikatakan, Kitab Simbur Cahaya, adalah tonggak awal Gerakan Feminisme di Nusantara, yang sejalan dengan pemahaman ad-dinul Islam.
Kepeloporan Ratu Sinuhun dalam membela hak-hak perempuan, Bahkan pemikiran Ratu Sinuhun masih banyak diyakini masyarakat melayu, seperti adanya denda atau hukuman yang berat, bagi lelaki yang menggangu perempuan.Undang-Undang ini demikian menghargai harkat dan martabat seorang perempuan.
Makam - Makam
Makam Sabokingking merupakan makam raja-raja awal kerajaan Islam di Palembang, yang sudah ada sejak 500 tahun lebih.
Beberapa orang yang dikuburkan di sana: Pangeran Sido Ing Kenayan dan istrinya, Ratu Sinuhun, Sido Ing Pasaeran, juga dikenal sebagai Jamaluddin Mangkuran saya (1630-1652),Imam Al Habib Al Arif Billah Umar bin Muhammad Al Idrus bin Shahab, Pangeran Ki Bodowongso (1622-1635), dan Panglima Kiai Kibagus Abdurachman. kuburan ini terletak di Sei Buah, timur II hilir, Palembang.
Makam Pangeran Sido Ing Kenayan dan istrinya tidak terlalu jauh dari kakek mereka, Ki Gede Ing Suro, yang terletak di Haji Umar Street, hilir I, Palembang. Ratu Sinuhun merupakan cucu Ki Gede Ing Suro.
Di bawah pemerintahan Pangeran Sido Ing Kenayan, Ratu Sinuhun mampu menciptakan buku hukum yang disebut "Simbur Cahaya" Ini adalah hukum adat tertulis dan diterapkan di seluruh Sumatera Selatan. Untuk mengakses tempat ini, kita dapat pergi melalui Jalan Sabokingking atau Arafuru Street. Makam Sabokingking merupakan makam tertua para raja dan keluarga kerajaan di Palembang.
Isi dari Kitab Simbur Cahaya
Bab I (Adat Bujang Gadis dan Kawin)
Pasal 01
Jika bujang
gadis hendak kawin, mesti orang tua bujang dan orang tua gadis memberi tahu
kepada pasirah atau kepala dusun itulah terang namanya. Dan bujang bayar adat
terang yaitu upah tua atau upah batin 3 ringgit dan setengah ringgit pulang
pada pasirah amit menutup surat dan satu ringgit setengah pulang kepada kepala
dusun dan satu ringgit juruh namanya pada punggawa-punggawa dan jika bujang dan
gadis lain-lain marga atau dusun, upah tua itu dibahagi dua, sebahagi pada
pasirah perwatin. Dan punggawa marga atau dusun bujang dan sebahagi pada
pasirah perwatin dan punggawa marga atau dusun gadis.
Pasal 02
Jika rangda
hendak kawin mesti sanaknya dan sanak yang bakal lakinya memberitahu pada
kepala dusun dan laki-laki memberi pesaitan satu ringgit pada pasirah atau
kepala dusun dan dibahagi bagaimana tersebut di pasal 1.
Pasal 03
Dan
laki-laki yang kawin bayar pada isterinya dua ringgit satu suku emas, tiada
boleh lebih dan tiada boleh sekali-sekali orang tua atau ahli gadis atau rangda
minta uang jujur atau lain-lain pemberian. Pada laki-laki yang kawin dan jika
ada orang yang melanggar aturan ini atau minta jujur, mesti pasirah perwatin
serahkan pada kepala divisi, kena hukuman raja dan orang itu ditarik denda 12
ringgit dan 12 ringgit itu pulang pada siapa yang bawa perkara itu pada kepala
divisi.
Pasal 04
Dan dari
belanja dapur yaitu belanja kawin, bujang yang bayar, jika bujang yang kawin
suka, boleh ia kerja besar dan jika bujang yang miskin mesti kerja kecil dan
dari belanja dapur tiada boleh menjadi bujang berutang pada mertuanya atau ahli
isterinya.
Pasal 05
Dan bujang
yang kawin, jika suka boleh bayar adat lama bagaimana tersebut di bawah ini:
Upah beranak 4 ringgit emas, bunga kuku 1 ringgit atau cincin emas harganya 1
ringgit, pengamitan waktu gadis turun dari rumah 1 ringgit. Tiga pasal ini
bujang bayar pada gadis punya orang tua perempuan, maka orang tua membalas
dengan 3 bantal dan selimut perujutan waktu bujang hendak bawa isterinya ia
ujud pada mertuanya satu wangkat yaitu setengah ringgit pada bapaknya dan
setengah ringgit pada umak isterinya, tameng buka lawang satu ringgit bujang
bayar pada umak gadis, pelangkahan dua ringgit jika gadis yang kawin ada
kakaknya yang belum berlaki, hendak bujang membayar padanya adat pelangkahan
dua ringgit dan jika rangda kawin tiada pakai pembayaran yang tersebut diatas
ini, melainkan boleh bayar adat pengamitan satu ringgit.
Pasal 06
Jika bujang
gadis bergubalan, tiada bunting atau bujang bambang gadis, bujang itu kena
pelayan 6 ringgit dan bujang gadis itu hendak dikawinkan bagaimana adat terang,
tiada membayar lagi upah batin. Dari pelayan 6 ringgit, 1 ringgit pulang pada
pasirah (amit menutup surat namanya), 3 ringgit pulang pada kepala dusun dan 2
ringgit pada punggawa-punggawanya. Dan jika bujang gadis lain-lain marga atau
dusun itu, denda dibagi dua, sebagi pulang pada pasirah, proatin dan punggawa
marga atau dusun bujang dan sebagi pulang pada pasirah, proatin dan punggawa
marga atau dusun gadis.
Pasal 07
Jika rangda
bergubalan tiada bunting atau dibambang laki-laki, hendak laki-laki itu
membayar denda 3 ringgit dan kawin bagaimana adat terang, tetapi tiada membayar
lagi pesaitan. Dari denda 3 ringgit, 1/2 ringgit pulang pada pasirah (amit
menutup surat), dan 1,5 ringgit pulang pada kepala dusun dan 1 ringgit pada
punggawa punggawanya dan jika itu laki-laki dan rangda lain-lain marga atau
dusun, denda dibagi dua, sebagi pulang pada pasirah, proatin dan punggawa
lakilaki dan sebagi pulang pada pasirah, proatin dan punggawa rangda.
Pasal 08
Jika bujang
gadis bergubalan, lantas bunting, maka bujang kena denda 12 ringgit dan bujang
gadis itu hendaklah masa itu juga dikawinkan. bagaimana adat terang, akan
tetapi tiada membayar lagi upah batin. Dari denda 12 ringgit, jika didusun
pasirah pulang pada pasirah 10 ringgit dan 2 ringgit pada punggawapunggawanya,
dan jika di dusun pengandang 6 ringgit pulang pada pasirah, 4 ringgit pada
kepala dusun dan 2 ringgit pada punggawa-punggawanya. Dan jika bujang gadis
lain -lain marga atau dusun, itu denda dibagi dua bagaimana tersebut di pasal
6.
Pasal 09
Jika rangda
bergubalan lantas bunting, yang laki perbuatan kena denda 12 ringgit, bagaimana
juga gadis bergubalan dan orang dua itu. Hendaklah masa itu juga dikawinkan dan
denda dibagi sebagaimana tersebut di pasal 8 juga. Pihak yang mungkir, tidak
suka dikawinkan misti membayar penyingsingan. 8 ringgit.
Pasal 10
Jika gadis
atau rangda bunting, tiada nyata siapa yang punya perbuatan, perempuan itu
dipanjingkan pada pasirahnya tiada boleh lebih dari 3 tahun lamanya, sesudah
itu maka perempuan itu pulang kepada orang tuanya atau sanaknya serta dengan
anaknya dan jika sanak perempuan bunting gelap itu suka bayar 12 ringgit pada
pasirahnya, perempuan itu boleh pulang pada sanaknya, tiada boleh pasirah
tahan.
Pasal 11
Jika
perempuan yang bunting gelap tiada nyata siapa punya perbuatan, lantas pergi
menumpang di rumah orang akan beranak, maka orang yang punya rumahm itu kena
tengang satu kambing.
Pasal 12
Jika bujang
gadis akan ditunangkan, hendak bapak bujang hantar juadah pada kepala dusun dan
punggawanya, sesudah itu maka terang namanya
Pasal 13
Jika bujang
gadis bertunang dengan terang, maka gadis itu dibambang bujang yang lain atau
ahli gadis mungkir, tiada suka lagi pada bujang yang bertunang tiada dengan
sebabnya yang patut, bapa gadis itu kena 8 ringgit penyingsingan namanya pada
bujang, lagi kerugiannya ditimbang atas kepatutan pasirah proatin, jika bujang
gadis bertunang, maka bujang menyimpang segala pertanda dan kerugiannya hilang
tidak dapat didakwanya kepada gadis atau sanaknya, jika bujang gadis bertunang,
maka bujang itu kerap gawi dengan gadis lain sampai kawin dengan perempuan itu,
maka bujang itu tiada dapat kawin dengan tunangannya jika ahli warisnya tidak
suka akan bujang itu.
Pasal 14
Jika bujang
tolak tunangannya tiada dengan sebabnya, melainkan kerugian. bujang tiada boleh
didakwa.
Pasal 15
Jika bujang
gadis bertunang, maka rasa bujang terlambat dikawinkan lantas nangkap batin,
hendaklah bujang itu dikawinkan dengan. Tunangannya serta ia kena pelayanan 6
ringgit.
Pasal 16
Jika bujang
menangkap batin, artinya ia menyerahkan kerisnya pada proatin, mintak kawin
dengan satu gadis, maka bujang itu ada gade dari gadis itu, hendaklah bujang
dan gadis itu dikawinkan dan bujang bayar pelayan 6 ringgit.
Pasal 17
Jika bujang
nangkap batin dan tiada ada gade dari gadis atau gadis tiada mengaku gadenya,
serta bujang tiada ada saksinya, melainkan bujang itu tiada boleh dikawinkan.
dan ia kena denda 6 ringgit lagi bayar pada itu gadis 4 ringgit. Dari denda 6
ringgit dibagi bagaimana pelayan juga.
Pasal 18
Jika
laki-laki senggol tangan gadis atau rangda naro gawe namanya, ia kena denda 2
ringgit, jika perempuan itu mengadu dan 1 ringgit pulang pada perempuan itu dan
1 ringgit jatuh pada kepala dusun serta punggawanya.
Pasal 19
Jika laki-laki
pegang lengan gadis atau rangda meranting gawe namanya, ia kena denda 4
ringgit, jika perempuan itu. mengadu dan 2 ringgit pulang pada perempuan itu
dan 2 ringgit jatuh pada kepala dusun serta punggawanya.
Pasal 20
Jika
laki-laki pegang di atas siku gadis atau rangda meragang gawe namanya, ia kena
denda 6 ringgit, jika perempuan itu mengadu dan 3 ringgit pulang pada perempuan
itu dan 3 ringgit jatuh pada kepala dusun serta punggawanya.
Pasal 21
Jika
laki-laki pegang gadis atau rangda lantas peluk badannya meragang gawe namanya,
ia kena denda 12 ringgit, jika perempuan itu mengadu dan 6 ringgit pulang pada
perempuan itu dan 6 ringgit pulang pada pasirah, jika di dusun pengandang 3
ringgit pulang pada pasirah dan 3 ringgit pada kepala dusun serta punggawanya.
Pasal 22
Jika bujang
nangkap gadis atau rebqt keinnya atau kembangnya tidak dengan suka gadis atau
ahlinya gadis nangkap rimau namanya, maka itu bujang kena denda 12 ringgit,
lagi bayar pada gadis 8 ringgit, denda dibagi kepada pasirah proatin serta punggawa
bagaimana denda bergubalan. Dan jika gadis suka kawin dengan bujang itu, boleh
dikawinkan, maka bujang itu tiada membayar lagi 8 ringgit pada gadis, tetapi
denda 12 ringgit hendak juga dibayar.
Pasal 23
Jika orang
punya bini membuat gawe dan lakinya mengadu, perempuan kena hukuman raja dan
kehendaknya dihukum satu kerbau pada lakinya dan kena 12 ringgit denda pada
pasirah proatin.
Pasal 24
Jika
laki-laki pegang orang punya bini ia kena denda 12 ringgit jika perempuan itu
atau lakinya mengadu dan 6 ringgit pulang pada perempuan dan 6 ringgit dibahagi
bagaimana tersebut di pasal 21.
Pasal 25
Jika
laki-laki bergubalan atau larikan atau kerap gawe dengan orang punya bini, ia
kena setengah bangun yaitu 20 ringgit kepada lakinya perempuan itu dan lagi ia kena
denda 12 ringgit pada pasirah proatin dan punggawa. Jika laki-laki bambang
perempuan bercerai, belum habis dia punya idahnya tiga bulan delapan belas
hari, jika cerai mati ampat bulan sepuluh hari lamanya, kena 6 ringgit, 3
ringgit pulang pada ia dan 3 ringgit pulang pada pasirah proatin dan
punggawanya.
Pasal 26
Rangda boleh
dianggau oleh saudara atau sanak lakinya yang telah mati, jika rangda suka,
akan tetapi jika rangda tiada suka sekali-sekali tiada boleh dipaksa.
Pasal 27
Jika sumbang
di dalam dusun, tiada boleh itu perkara diputuskan oleh pasiran, melainkan
perkara itu hendaklah ia bawak kepada rapat besar kena hukuman raja. Sumbang
besar musti dihukum lagi buat pembasuh dusun seekor kerbau, dan Sumbang kecil
seekor kambing, yaitu dengan beras, kelapa dan lain-lain keperluan sedekah yang
cukup.
Pasal 28
Dari perkara
bicara bujang gadis, tiada boleh pasirah proatin ambil tanda serah.
Pasal 29
Siapa yang
melikus orang perempuan mandi serta lanang bersimbun bengkarang jepak jangal
namanya, kena 4 ringgit.
Pasal 30
Jika orang
yang punya anak gadis berasan dengan bujang dua atau tiga akan jadi menantunya
ayam satu bertembung dua namanya, kena harga kerbau atau kena denda 6 ringgit
yaitu 3 ringgit pulang pada pasirah dan 3 ringgit pulang pada orang yang urung
jadi mantunya (tekap malu).
Pasal 31
Jika ada
bujang nabuh suling keliling rumah yang ditungguh gadis, maka tua rumah tiada
suka kumbang melilit gedung namanya, bujang kena kerbau 4 ringgit.
Pasal 32
Jika bujang
gadis berjalan, maka bujang rebut kembang dari kepala gadis lang menarap buih
namanya, bujang itu kena denda 2 ringgit.
Bab II (Aturan Marga)
Pasal 01
Di dalam
satu-satu marga ditetapkan satu pasirah yang memerintah atas segala hal
marganya dan pasirah itu orang banyak yang memilih dan Raja yang angkat serta
kasih nama.
Pasal 02
Di bawah
pasirah ditetapkan satu punggawa marga, pembarap namanya, kedudukannya di atas
segala pengandang, karena dia yang memerintah marga waktu pasirah berjalan atau
lain-lain halnya.
Pasal 03
Di dalam
Dusun pasirah tetapkan satu Lebai Penghulu yang kuasa hakim serta satu Khatib
yang tolong atas pekerjaan Lebai Penghulu.
Pasal 04
Tiada boleh
pasirah angkat atau berhentikan proatin, punggawa dan kaum, jika tiada dengan
izin yang kuasa di dalam batanghari.
Pasal 05
Jika
proatin, punggawa atau kaum akan berganti, sebab mati atau lain-lain hal,
hendaklah orang banyak unjuk yang patut jadi gantinya dan pasirah membawa orang
itu menghadap yang kuasa di dalam batanghari supaya diangkat.
Pasal 06
Di dalam
dusun pasirah hendak buat satu pasungan, maka orang yang maling
berkeliling/ataq lain-lain orang jahat yang akan dibawa pada yang kuasa di
dalam batanghari, boleh pasirah suruh pasung, akan tetapi tiada boleh lebih
dari dua hari dua malam, lantas hendaklah dibawanya di dalam pasungan menghadap
yang kuasa, jika ada orang punya perkara lantas mengadu kepada pasirah, maka
sebelum diputuskan perkaranya oleh pasirah orang yang mengadu putuskan
perkaranya sendiri, kena 12 ringgit kelangkang kelingking anak macan uru
kenuling namanya.
Pasal 07
Di tiap-tiap
dusun pasirah diatur kemit marga dari 6 sampai 20 orang atas timbangan yang
kuasa, kerjanya kemit marga tunggu gardu dan antar pos mudikmilir menjadi opas
diperahu gubernement dan menjadi suruhan pasirah panggil proatin atau peranakan
lagi dia orang yang memelihara balal pangkalan paseban dan gardu dan kemit
marga itu 5 hari bergilir.
Pasal 08
Aturan
hantar julat tiada boleh dipakai lagi, melainkan yang dipakai hantar marga
ialah berganti di dusun pasirah.
Pasal 09
Jika ada
hantaran lebihdari 6 orang, tiada boleh kemit marga dibawanya, melainkan orang
banyak bergilir hantar, Jika ada perahu gubernemen mudik atau milir membawa
kuli darl Palembang, hendak satu kemit marga menjadi opas dan jika ada kuli
yang sakit atau lari hendak digantinya dengan kemit marga atau hantaran dan
jika opas atau manclor perahu minta tambah hantaran lain dari bakal gantinya
kuli yang sakit atau lari tiada boleh pasirah atau proatin memberi dan jika
kuli perahu ada perbuatannya kurang patut hendak pasirah mengadu pada yang
kuasa.
Pasal 10
Jika ada
perahu mudik milir membawa cap macan hendak dikasih hantaran bagaimana patut.
Pasal 11
Hendak
pasirah dan proatin pelihara jalan-jalan di dalam watasnya, maka jalan besar
bukanya ampat depa yaitu 24 kaki, jalan simpangan bukanya 2 depa yaitu 12 kaki
di pinggir jalan hendak dibuat laren dalamnya satu hasta dan bukanya satu hasta
juga dan ditiap-tiap sungai hendak dibuat jembatan galarnya papan dan
belandarnya kayu yang awet.
Pasal 12
Di dalam
satu marga atas timbangan yang punya kuasa hendak dibuatkan satu rumah dan
tangsi atau grogol tempat orang gubernemen tumpang bermalam.
Pasal 13
Rumah,
tangsi, jalan, jembatan, kernit marga hantaran arahan itulah gawe raja namanya.
Hendaklah segala mata pajak angkut-kannya tiada boleh sekali-sekali dilepaskan,
jika tiada dengan izin yang kuasa.
Pasal 14
Siapa yang
tinggalkan gawe raja, putus gawi namanya, kena denda 3 ringgit lagi ia
mernbayar upah pada orang yang mengganti kerjanya bagaimana kepatutan di dalarn
marga.
Pasal 15
Dan yang
dilepaskan dari segala pekerjaan tersebut di bawah ini yaitu pasirah, punggawa
Marga, proatin, punggawa dusun, lebai penghulu, khatib, orang tua atau sakit,
yang lepas dari aturan pajak anak pasirah yang tua dan kedua anak proatin yang
tua, anak lebai penghulu yang tua.
Pasal 16
Tiada boleh
pasirah menerima orang asing di dalarn marga akan berladang, ajar mengaji,
berpandai ernas atau beri tukang kayu atau lain-lain orang yang akan berhenti
lebih dari satu bulan di dalarn marga, jika tiada dengan surat izin dari
yangkuasa di dalam batanghari.
Pasal 17
Pasirah
diizinkan pakai cap itulah tanda dia orang yang jalankan kuasa raja di dalam
marga dan tiada boleh orang lain pakai cap, melainkan pasirah dan jika pasirah
berganti, capnya hendak diserahkan pada gantinya.
Pasal 18
Tiada boleh
peranakan dari suatu marga pergi di marga lain, jika tiada membawa pas yaitu
cap dari pasirahnya dan cap itu boleh dipakai satu kali jalan dan mana kala
pulang ke marganya surat itu hendak dipulangkan kepada pasirah atau kepala
dusun dan yang hilangkan surat pas atau tiada pulangkan surat itu di dalam
sehari semalam, kena denda satu rupiah dan jika peranakan keluar dari marga
tiada dengan surat cap dari pasirah, hendaklah orang marga lain tangkap dan
serahkan pada pasirahnya dan orang yang tertangkap kena denda satu sampai dua
ringgit dan uang itu pulang kepada yang menangkap.
Pasal 19
Pasirah
tanggung atas perbuatan peranakannya yang ia memberi padanya cap berjalan dan
jika pasirah rasa peranakannya hendak berjalan dengan maksud yang tiada
sernpurna boleh pasirah larang serta jangan dikasih cap, akan tetapi jika orang
itu hendak mengadu kepada yang kuasa tiada boleh pasirah larang melainkan
pasirah suruh punggawa hantar orang itu pada yang kuasa.
Pasal 20
Jika pasirah
kirim surat dimana-mana yang patut, boleh pakai cap supaya terang.
Pasal 21
Dari
pasirah-pasirah hendak pakai kupiah air emas dan payung merah pinggirnya kuning
dua dim lebarnya dan ebek perahu serta pengayuh merah pinggir kuning dan isteri
pasirah boleh pakai payung dan lain-lain bagairnana pasirah juga.
Pasal 22
Jika pasirah
membawa pajak atau berjalan di dalam kerja raja, hendaklah orang marga kasih
perepat arahan narnanya bagaimana patut.
Pasal 23
Dan pasirah
hendak ajak proatin serta orang banyak pasang perangkap macan, maka jika
beroleh macan kuping dan buntut macan itu dikirim pada yang kuasa dapat
pernberian sepuluh rupiah ke atas.
Pasal 24
Tiada boleh
orang simpan senjata lepas senapang pernuras atau lilla, jika tiada dengan
surat izin dari yang kuasa orang, pedusunan yang kena sakit akal dan sakit gila
hendak orang banyak peliharanya supaya jangan jadi celaka atas orang banyak.
Pasal 25
Dari batang
kelutum unglen kulim dan tembesu, tiada boleh orang menebang jika tiada dengan
izin yang kuasa di dalam batanghari.
Pasal 26
Kulit
ngarawan tiada boleh orang ambil, jika tiada dengan menebang batangnya serta
dijadikan ramuan rumah.
Pasal 27
Tiada boleh
orang laki-laki pindah ke marga lain atau ke dusun lain, jika tiada dengan izin
yang kuasa di dalam batanghari.
Pasal 28
Jika orang
beristeri di dusun lain atau di marga lain, hendaklah isterinya turut di dusun
lakinya dan tiada boleh sekali-sekali ambil anak artinya laki-laki turut di
dusun mertuanya.
Pasal 29
Jika
perernpuan berlaki di dusun asing, lantas lakinya mati, hendak juga perernpuan
itu tinggal di dusun lakinya yang mati, tetapi jika ia suka berlaki dimana-mana
tiada boleh orang tegah, melainkan ia turut di dusun dan marga laki yang
baharu, tetapi jika ada pada permpuan itu anak, maka anak itu tinggal pada ahli
waris lakinya yang mati, tiada boleh ia bawa dan jika anaknya lagi kecil belum
patut dilepaskan dari umaknya, boleh ia pelihara dahulu, maka sarnpai uurnya
anak itu pulang di dusun bapaknya lantas ahlinya hendak bayar pada umak dan
bapak kualon 8 ringgit pengen dongan namanya.
Bab III (Aturan dusun dan berladang)
Bab IV (Aturan Kaum)
Pasal 01
Di dalam
dusun pasirah ditetapkan satu Lebai Penghulu yang kuasa hakim, maka Lebai
Penghulu itu jadi kepala segala kaum di dalam marganya dan kaum-kaum hendaklah
turut perintah Lebai Penghulu.
Pasal 02
Di dalam
dusun pasirah ditetapkan satu atau dua Khatib akan tulung atas pekerjaan Lebai
Penghulu.
Pasal 03
Di dalam
satu-satu dusun pengandang ditetapkan satu atau dua Khatib yang tiada boleh
kuasa hukum.
Pasal 04
Pasirah
hendak pilih siapa yajg petut jadi kaum di dalam marganya dan bawa pada yang
kuasa di dalam batanghari supaya dikirim menghadap seri paduka tuan besar di
Palembang serta minta surat cap dari pada paduka Pangeran Penghulu Nata Agama
di Palembang.
Pasal 05
Mu’azin,
bilal dan marbot tiada boleh dipakai di huluan.
Pasal 06
Hendak Lebai
Penghulu serta Khatib-khatib tulung atas pekerjaan pasirah proatin, maka dia
orang hendak pelihara buku jiwa di dalam satu-satu dusun dan tulis orang yang
kawin dan mati dan perhitungan pajak.
Pasal 07
Seboleh-seboleh
hendak pasirah cahari orang yang tahu menyurat bakal jadi kaum.
Pasal 08
Kaum-kaum
tiada boleh nikahkan orang, jika tiada dengan izin kepala dusun.
Pasal 09
Tiap-tiap
tahun hendak Khatib-khatib kasih salinan buku orang kawin atau mati pada Lebai
Penghulunya, maka Lebai Penghulu hendak tiap-tiap tahun kasih salinan buku
orang kawin dan mati di dalam marganya pada paduka Pangeran Penghulu Nata Agama
di Palembang.
Pasal 10
Dari hari
selikur sampai hari-hari tigapuluh bulan puasa, boleh kaum-kaum minta fitrah,
jika orang suka kasih satu gantang fitrah satu jiwa, di dalam itu Lebai
Penghulu hantar satu gantang di dalam satu rumah pada paduka Pangeran Penghulu
Nata Agama, yang lain jadi pemakan kaum-kaum di dalam marga.
Pasal 11
Jika orang
suka kasih zakat, boleh kaum-kaum pungut sepuluh gantang di dalam seratus
gantang padi, maka dibahagi bagaimana tersebut di bawah ini: - 10 gantang di
dalam 100 dihantar di Palembang pada paduk Pangeran Penghulu menjadi pemakan orang
miskin. - 30 gantang di dalam 100 pulang pada Lebai Penghulu - 30 gantang di
dalam 100 pulang pada khatib-khatib di dusun pengandang - 30 gantang di dalarn
100 menjadi pemakan orang yang pelihara masjid dan langgar.
Pasal 12
Kaum-kaum
hendak pelihara masjid, langgar, padasan dan keramat-keramat.
Pasal 13
Orang yang
kawin hendak bayar batu kawin satu orangnya setengah rupiah kepada kaum yang
nikahkannya.
Pasal 14
Kaum-kaum
hendak mandi dan sembahyangkan orang mati, tiada boleh minta pernbayaran
melainkan sesuka orang kasih.
Pasal 15
Hendak
kaum-kaum mengajar anak-anak di dalam dusun mengaji dan menyurat, tiada dengan
pembayaran, melainkan sesuka orang kasih.
Pasal 16
Pasirah
dengan Lebai Penghulu hendak pelihara anak yatim piatu di dalam marganya serta pegang
terikatnya sampai anak itu umur 14 tahun.
Pasal 17
Jika Lebai
Penghulu hendak mengantar fitrah atau zakat di Palembang, hendak pasirah kasih
perpat dua orang mata pajak.
Pasal 18
Lebai
Penghulu dan Khatib lepas dari aturan pajak dan bebeban dan dari segala
pekerjaan marga dan dusun ialah kemit hantar dan berkuli.
Pasal 19
Dari fitrah
dan zakat di dalam marga hendak Lebai Penghulu kumpulkan di dalam tangannya dan
tentukan gilir dari kaum yang, hantar fitrah atau zakat ke Palembang, tiada
boleh kaum dari dusun pengandang milir membawa bahagian dusun melainkan
pungutan di dalam marga dihantar oleh suruhan Lebai Penghulu.
*dipanut dari berbagai sumber terpercaya