Ekonomi Indonesia: Antara Terpimpin atau Sosialis
"Antara Terpimpin atau sosialis"
Soekarno (Ekonomi Terpimpin)
Dalam
masyarakat sosialis menghendaki suatu perencanaan (planning) pasal 33 UUD’45,
Bung Karno menegaskan bahwa ekonoi terpimpin menghendaki kegotong-royongan
dilapangan ekonomi. Koperasi bidang usahanya untuk lapanngan saja, lapangan
produksi dan lapngan distribusi. Beliau berharap agar koperasi tidak tenggelam.
Dalam
pidatonya “Deklarasi Ekonomi” pada tangggal 28 maret 1963, Bung Karno
menegaskan sudah waktunya mengerahkan potensi serta harus menganut basic
strategy, dengan mengutamakan pertanian dan perkebunan, pertambangan yang
dikerjakan secara gotong royong antara rakyat dan pemerintah sebagai syarat
untuk menyalurkan daya kerja dan daya kreatif secara maximal. Sehingga Bung
Karno menegaskan dasar ekonomi terpimpin ialah menyalurkan dan mengembangkan
potensi rakyat.
Adapun
dalam pelaksanaan kerjasama ekonomi dilakukan dengan cara bagi hasil “Product
Sharing” antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, koperasi dipihak
Indonesia/pihak asing. Production Sharing merupakan kredit dari luar negeri
untuk melaksanakan suatu proyek yang dibayar sebagian dari hasil yang di
peroleh malalui proyek tersebut. Tapi kepemilikan dan kepemimpinan harus tetap
ditangan pihak Indonesia.
Pelaksanaan
dekonsentrasi soal managemen dari pusat ke daerah, dengan tiak mengorbankan
Indonesia sebagai suatu kesatuan ekonomi dan politik. Dengan demikian maka
dukungan masyarakat menjadi sangat diperlukan. “social support” dari karyawan
harus diikutsertakan dalam pengawasan. Misalnya pengangkatan karyawan harus
banyak diisi oleh orang-orang dari daerah dimana perusahaan itu terus berada.
Agar
masyarakat terjamin akan kebutuhannya dalam hal sandang, pangan dan papan maka
pemerintah perlu memiliki “Iron Stock” yang lebih. Koordinasi bidang ekonomi
dan keuangan diperlukan Komando Operasi Ekonomi (KOE), bertugas untuk segera
mengadakan penelitian dan tindakan-tindakan guna mencapai perbaikan atau
penyederhanaan prosedur-prosedur, seperti dalam bidang ekspor-impor.
Bung Hatta (Ekonomi Sosialis
Indonesia)
Bung
Hatta sangat respek terhadap keberadaan koperasi, dimana keberadaan badan ini
sudah terbukti kebenarannya karena telah melaksanakan sosialisme atau
pelaksanaan ekonomi sosialis Indonesia. Sebagai seorang sosialis Bung Hatta
dituntut mampu menghidupkan sosialisme dengan memberikan dorongan guna
terintisnya jalan kesosialisme. Dengan tidak meninggalkan citacita dan
berkemauan menjadi pelopor dan pembimbingnya.
Keberadaan
BPS dirasa sangat perlu dan mendesak karena dapat mengetahui data statistik
mengenai kekurangan dan kelebihan pada tiap-tiap bidang dan dapat mendeteksi
bertambah dan berkurangnya jumlah penduduk untuk dapat mengetahui kebutuhan dan
perencanaan program pembangunan yang teratur.
Dalam
konsep ekonomi sosialisme yang dianut Hatta, pemenuhan kebutuhan primer seperti
air, listrik, gas atau bahan bakar lainnya sudah tercukupi dan dapat dijangkau
oleh seluruh lapisan masyarakat. Dalam pengertian yangsebenarnya sosialisme
tidak harus semuanya sama tapi disesuaikan dengan kemampuan individu dalam
pemenuhan kebutuhan. Dalam pemenuhan kebutuhan perumahan juga tidak bisa
dilepaskan peran dari badan-badan perwakilan rakyat untuk mengawasi dan
mengontrol penyedian rumah yang berimbang.
Sosialisme
ekonomi menurut Bung Hatta dalam kegiatan ekonomi diserahkan pada swasta,
negara, dan koperasi atau campuran antara swasta dan pemerintah dengan
pengawasan negara tentunya. Menurutnya swasta sama sekali tidak mendapat tempat
sentral, tidak menentukan serta ada semacam larangan swasta dalam memegang
monopoli.
Bung
Hatta memfokuskan semata-mata bagi masalah distribusi sebab badan-badan
perantaraan banyak tingkatnya antara produksi dan konsumsi yang akan memahalkan
harga. Jika dilihat secara konkrit yang paling pokok bagi ekonomi sosialis
adalah soal pengangkutan dan perhubungan, terutama di darat dan di laut.
Disebut dengan istilah pengangkutan sosialis yang berfungsi untuk memenuhi
keperluan rakyat. Dengan
demikian prioritas kehidupan ekonomi sosialis adalah pemenuhan kebutuhan primer
seperti papan, sandang, pangan, pendidikan dan kesehatan.
Pengaruh Pertentangan
Soekarno-Hatta Terhadap Kebijakan
Ekonomi Indonesia (1956-1965)
Kebijakan
di bidang Ekonomi pada masa Soekarno yaitu diterapkannya Sistem benteng, dimana
sistem ini lebih dikenal sebagai sistem ekonomi Ali (Pribumi) & Baba
(Tionghoa). Sebenarnya sistem ekonomi ini lebih menguntungkan buat etnis
tionghoa, akan tetapi karena banyaknya kasus korupsi yang terjadi pada saat itu
dan berganti-gantinya kabinet membuat sistem ini kemudian dihentikan pada tahun
1954 (Setiono 2002:677-678).
Kebijakan
ekonomi Ali-Baba timbul akibat adanya ketakutan yang dialami oleh presiden
Soekarno, yang pada masa itu kehidupan ekonomi Indonesia hampir seluruhnya
dikuasai oleh orang Tionghoa. Penguasaan orang-orang Tionghoa terhadap
sendi-sendi perekonomian nasional membuat Soekarno berfikir untuk mengandeng
dan merangkul Etnis Tionghoa agar bekerjasama dan memunculkan
pengusaha-pengusaha pribumi agar tidak tergantung pada Tionghoa lagi. Dibidang
ekonomi pengaruh pertentangan antara Soekarno-Hatta bisa dilihat dengan
munculnya kebijakan-kebijakan pemerintah dimana kebijakan tersebut lebih
menggambarkan kediktatoran Soekarno daripada konsep ekonomi yang dicita-citakan
oleh Hatta. Kebijakankebijakan tersebut adalah kebijakan ekonomi Ali-baba
karena rasionalisasi Belanda menjadi perusahaan nasional.
Kebijakan
ekonomi yang lain dilakukan Soekarno pada tahun 1958 yaitu dengan
menasionalisasikan firma-firma Belanda menjadi perusahaan nasional, walaupun
kebijakan ini banyak ditentang oleh beberapa lawan politiknya terutama kalangan
pengusaha swasta luar negeri tetapi tetap dijalankan oleh pemerintahan Soekarno
(Lev, 2001:8).
Akibat
dari adanya kebijakan nasionalisasi firma-firma ini membawa dampak perhitungan
yang tidak seimbang bagi pemerintah dibidang ekonomi. Ekonomi Indonesia yang
morat-marit akibat dari persetujuan KMB yang mengharuskan Indonesia membayar
pampasan perang Belanda ditambah dengan keras kepalanya ahli-ahli ekonomi Indonesia
dalam membangun arah ekonomi masa depan Indonesia menjadi penyebab krisis yang
berlangsung waktu itu.
Berganti-gantinya
Kabinet rupanya menimbulkan kepanikan tersendiri, dimana kebijakan ekonomi yang
diambil seharusnya dapat memecahkan masalah ekonomi yang terpuruk akibat
krisis, menjadi tambah kacau. Kabinet Burhanuddin Harahap yang bertugas masa
itu mencoba memperbaiki
dan mengatasi krisis ekonomi untuk menaikan gaji pegawai negeri dan militer,
tetapi belum selesai bertugas kabinet ini harus menyerahkan mandatnya kepada
Soekarno, sehingga permasalahan ekonomi tidak akan pernah selesai karena
pemerintah dibawah Soekarno tidak pernah serius melaksanakan programnya, tetapi
semua berada dibawah control asing sebagai implementasi dari adanya utang yang
menumpuk.
Sejak
tahun 1960-1963 kemerosotan ekonomi Indonesia terus berlangsung dan bertambah
parah akibat berbagai petualangan rezim Soekarno. Pederitaan rakyat semakin
hebat pada Tahun 1963 beban hidup rakyat Indonesia terasa amat menekan sekali.
Harga beras yang mula-mula hanya Rp. 450 telah melompat naik menjadi Rp. 60
hingga Rp. 70, penderitaan rakyat ini membuat Bung Hatta prihatin.
Kepanikan
yang dirasakan rezim Soekarno menghadapi kerusakan perekonomian Indonesia di
selubunginya dengan petualangan baru yang disiapkan yaitu penolakan gagasan
pembentukan Malaysia sebagai satu usaha Negara Kapitalis mengepung Indonesia.
Program ini didukung dengan sepenuhnya oleh Partai Komunis Indonesia (PKI)
karena bagaimanapun juga PKI sebagai partai komunis menentang pembentukan
negara yang pernah pro terhadap komunis. Lebih aneh lagi adalah keterlibatan
militer oleh Nasution untuk memberikan dukungan penuh kepada Soekarno untuk
konfrontasi dengan Malaysia.
Dalam
mengatasi krisis ini pemerintah menggunakan berbagai cara diantaranya adalah
menggagas adanya Deklarasi Ekonomi (Dekon) pada tahun 1963. Dekon ini mempunyai
program dengan bekerja membuat berbagai kebijakan diantaranya adalah :
- Diciptakan susunan ekonomi yang bersifat nasional dan demokratis, yang bersih dari sisa-sisa Imperialisme dan Feodalisme.
- Ekonomi sosialis Indonesia, ekonomi tanpa penghisapan manusia oleh manusia. Dimana tiap orang dijamin mendapat pekerjaan, sandangpangan, perumahan serta kehidupan kultural dan spiritual yang layak. (Lubis 1988:77).
Kebijakan
dekon ini tidak juga berhasil mengatasi kemorat-maritan ekonomi yang terus
menggila, pada tahun 1965 pemerintahan Soekarno mengeluarkan kebijakan dengan
membentuk sebuah badan yang bertugas menghentikan krisis ekonomi yang mengamuk dengan
hebatnya. Badan yang dibentuk ini diberi nama dengan Komando Tertinggi
Berdikari (Kotari) yang bertugas melaksanakan pembangunan ekonomi atas dasar
berdiri di kaki sendiri (berdikari).
Sebuah
tindakan lain di bidang ekonomi diambil pula oleh rezim Soekarno. Dikatakan
untuk memenuhi hasrat rakyat Indonesia melaksanakan prinsip “berdiri diatas
kaki sendiri”, maka di dikeluarkanlah Penpres pada tanggal 24 April mengenai
penempatan semua perusahaan asing di Indonesia yang tidak bersifat domestik di
bawah penguasaan pemerintah Republik Indonesia. Belum puas dengan membentuk
berbagai badan menangani kemelut perekonomian ini, maka Soekarno telah
membentuk pula sebuah badan lain bernama Dewan Pangan Nasional. Dalam
badan-badan tertinggi ini senantiasa Soekarno menjabat ketuanya, dibentuk oleh
Presidium atau staf pelaksana, tetapi pekerjaan badan-badan hanya di atas
kertas belaka (Lubis,1988:102-103).
Teror
PKI semakin meningkat baik dikota-kota besar, maupundidaerah pedalaman. Mereka
melancarkan aksi-aksi terhadap yang mereka namakan setan desa dan setan kota,
dan seakan pura –pura tidak tahu, bahwa mereka sendiri sedang berkolaborasi
dengan setan-setan kota itu sendiri (Poesponegoro 1993). Dengan di mulainya
teror PKI ini semakin mendekatkan diri dengan kehancuran Soekarno dalam
memimpin negeri ini. Berawal dari Pemberontakan PKI pada tanggal 30 September
1965 soekarnomengawali kariernya sebagai presiden dengan memberikan Surat
PerintahSebelas Maret (Supersemar) kepada Soeharto dilanjutkan dengan kudeta
terselubung yang dilakukan oleh Soeharto, melengkapi penderitaan Soekarno dari
jabatan Presiden.
Sumber Artikel :
*
Makalah disampaikan pada Seminar Nasional dan Diskusi “Pertentangan Sukarno-
Hatta: Etika Politik dalam Perspektif Sejarah dan Hukum” Himpunan
MahasiswaJurusan Sejarah Fakultas Sastra UNDIP, Semarang 15 Maret 2007. Oleh :
Drs. Indriyanto, S.H.,M.Hum.,dosen Jurusan Sejarah Fak.Sastra UNDIP
**Skripsi
Mahsiswa UNNES atas nama “Hadi Hartanto (3114990034)” denagan judul skripsi
“Sejarah Pertentangan Soekarno-Hatta dan Pengaruhnya Terhadap Kebijakan Politik Indonesia (1956-1965).