Benteng Kuto Besak: Keraton?
Keraton Palembang Pada Masanya
Sumber: Anonim Writers
Kuto Besak adalah bangunan
keraton yang pada abad XVIII menjadi pusat Kesultanan Palembang. Gagasan
mendirikan Benteng Kuto Besak diprakarsai oleh Sultan Mahmud Badaruddin I yang
memerintah pada tahun 1724-1758 dan pelaksanaan pembangunannya diselesaikan
oleh penerusnya yaitu Sultan Mahmud Bahauddin yang memerintah pada tahun
1776-1803. Sultan Mahmud Bahauddin ini adalah seorang tokoh kesultanan
Palembang Darussalam yang realistis dan praktis dalam perdagangan
internasional, serta seorang agamawan yang menjadikan Palembang sebagai pusat
sastra agama di Nusantara. Menandai perannya sebagai sultan, ia pindah dari
Keraton Kuto Lamo ke Kuto Besak. Belanda menyebut Kuto Besak sebagai nieuwe
keraton alias keraton baru.
Benteng ini mulai dibangun
pada tahun 1780 dengan arsitek yang tidak diketahui dengan pasti dan
pelaksanaan pengawasan pekerjaan dipercayakan pada seorang Tionghoa.
Semen perekat bata menggunakan batu kapur yang ada di daerah pedalaman Sungai Ogan ditambah dengan putih telur. Waktu yang dipergunakan untuk membangun Kuto Besak ini kurang lebih 17 tahun. Keraton ini ditempati secara resmi pada hari Senin pada tanggal 21 Februari 1797.

Semen perekat bata menggunakan batu kapur yang ada di daerah pedalaman Sungai Ogan ditambah dengan putih telur. Waktu yang dipergunakan untuk membangun Kuto Besak ini kurang lebih 17 tahun. Keraton ini ditempati secara resmi pada hari Senin pada tanggal 21 Februari 1797.
Berbeda dengan letak keraton
lama yang berlokasi di daerah pedalaman, keraton baru berdiri di posisi yang
sangat terbuka, strategis, dan sekaligus sangat indah. Posisinya menghadap ke
Sungai Musi.
Pada masa itu, Kota
Palembang masih dikelilingi oleh anak-anak sungai yang membelah wilayah kota
menjadi pulau-pulau. Kuto Besak pun seolah berdiri di atas pulau karena
dibatasi oleh Sungai Sekanak di bagian barat, Sungai Tengkuruk di bagian timur,
dan Sungai Kapuran di bagian utara.
Pendapat de Sturler megenai
kondisi benteng Kuto Besak: lebar 77 roede dan panjangnya 44 roede, dilengkapi
dengan 3 baluarti separo dan sebuah baluarti penuh, yang melengkapi keempat
sisi keliling tembok. Tembok tersebut tebalnya 5 kaki dan tinggi dari tanah 22
dan 24 kaki.
Tembok ini diperkuat dengan
4 bastion (baluarti). Di dalam masih ada tembok yang serupa dan hampir sama
tingginya, dengan pintu-pintu gerbang yang kuat, sehingga ini dapat juga
dipergunakan untuk pertahanan jika tembok pertama dapat didobrak
Pengukuran terbaru para
konsutan sendiri mendapatkan ukuran yang sedikit berbeda, yaitu panjang 290
meter dan lebar 180 meter. Di bagian dalam di tengah kraton disebut Dalem,
khusus untuk tempat kediaman raja, lebih tinggi beberapa kaki dari bangunan
biasa. Seluruhnya dikelilingi oleh dinding yang tinggi sehingga membawa satu
perlindungan bagi raja. Tak seorang pun boleh mendekati tempat tinggal raja ini
kecuali para keluarganya atau orang yang diperintahkannya.
Pada saat peperangan melawan
penjajah Belanda tahun 1819, terdapat sebanyak 129 pucuk meriam berada di atas
tembok Kuto Besak. Sedangkan saat pada peperangan tahun 1821, hanya ada 75
pucuk meriam di atas dinding Kuto Besak dan 30 pucuk di sepanjang tembok
sungai, yang siaga mengancam penyerang.
Galeri BKB: