Kongres Sarekat Islam
Kongres-kongres Sarekat Islam
"Sebuah Perlawanan Terhadap Kedzoliman"
Kongres Pertama Sarekat
Islam diadakan pada 26 Januari 1913 di Surabaya. Kongres tersebut dipimpin oleh
Tjokroaminoto yang menjelaskan dengan tegas bahwa SI bukanlah partai politik
dan tidak memiliki maksud serta tujuan untuk melakukan perlawanan pada
pemerintah Hindia-Belanda (A. K. Pringgodigdo, 1994: 6). Pada kongres kedua Sarekat
Islam di Yogayakarta pada tahun 1914, HOS Tjokroaminoto terpilih sebagai Ketua
Sarekat Islam. Ia berusaha tetap mempertahankan keutuhan dengan mengatakan
bahwa kecenderungan untuk memisahkan diri dari Central Sarekat Islam harus
dikutuk dan persatuan harus dijaga karena Islam sebagai unsur penyatu. Kongres Ketiga (17-24 Juni 1916) diadakan di Bandung. Kongres ini
merupakan Kongres Nasional SI
yang Pertama dengan peserta
sebanyak 360.000 orang sebagai perwakilan dari 80 SI daerah yang total
anggotanya mecapai 800.000 orang. Kongres ini dipimpin oleh Tjokroaminoto
dengan harapan agar SI dapat menuju ke arah persatuan yang teguh antar-golongan
bangsa Indonesia(Kartodirdjo, 1999:
138).
Namun
sebelum Kongres Sarekat Islam Kedua tahun
1917 yang diadakan di Jakarta. Muncul aliran revolusioner
sosialistis (bercorak demokratis) yang selalu siap berjuang dipimpin oleh Semaun dan Darsono yang merupakan pelopor
penggunaan senjata dalam berjuang melawan imperialisme yaitu teori perjuangan
Marx. Pada saat itu Semaun menduduki jabatan ketua pada SI lokal
Semarang. Timbulah pertentangan antara pendukung paham Islam dan paham Marx
sehingga terjadilah perdebatan antara H. Agus Salim - Abdul Muis dengan pihak
Semaun. Dalam Kongres itu diputuskan pula tentang keikutsertaan partai dalam
Volksraad[1]. HOS
Tjokroaminoto (anggota yang diangkat) dan Abdul Muis (anggota yang dipilih)
mewakili Sarekat Islam dalam Volksraad tersebut (A. K.
Pringgodigdo, 1999: 8).
Pada
Kongres Sarekat Islam tahun 1921 di Madiun SI mengubah namanya menjadi PSI
(Partai Sarekat Islam). Tahun 1921, Sarekat Islam pecah menjadi dua ketika
cabang SI yang mendapat pengaruh komunis yaitu golongan kiri (paham Marx) dapat
disingkirkan, lalu menamakan dirinya bernaung dalam Sarekat Rakyat (SR) atau
Sarekat Islam Merah yang merupakan
organisasi dibawah naungan Partai Komunis Indonesia (PKI) dipimpin oleh Semaun sedangkan Sarekat Islam Putih dipimpin oleh
Cokroaminoto dengan anggotanya yaitu SI awal .Sejak itu, SI dan SR berusaha
untuk mencari dukungan dari massa dan keduanya cukup berhasil (Poesponegoro,
2011: 345).
Kongres SI, 8-11 Agustus 1924 di
Surabaya, mengambil keputusan non-kooperasi terhadap pemerintah dan Volksraad
serta keputusan menentang kaum komunis secara giat. Kemudian Kongres CSI 21-27 Agustus 1925 di
Yogya bertujuan untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penindasan dan
penjajahan melalui pembukaan sekolah-sekolah guna mencetak pribadi yang tangguh
dalam kehidupan sosial, budaya dan ekonomi berdasarkan syariat-syariat Islam. Kongres Partai Sarekat Islam tahun 1927 menegaskan
struktur partai yang kuat sehingga SI bergabung kedalam PPPKI[2].
PSI yang
merupakan anggota federasi PPPKI, lambat laun tidak senang terhadap badan
federatif itu. Dalam kongres PPPKI akhir bulan Desember 1929 di Solo, Mohammad
Husni Thamrin menyatakan bahwa ia sangat keberatan terhadap sikap PSI cabang
Batavia yang tidak ikut serta dalam rapat-rapat protes PPPKI terhadap poenale
sanctie (sanksi hukuman yang diberikan bila para kuli melanggar
kontrak/melarikan diri) yang diadakan bulan september sebelumnya (tahun
1929). Menanggapi kritik itu, maka PSI mengancam akan keluar dari PPPKI. Kemudian
salah satu keputusan kongres PSI tahun 1930 adalah mengubah nama PSI menjadi
PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia). Perubahan itu dilakukan untuk menunjukkan
bahwasanya PSII sangat berbakti terhadap pembentukan Negara Kesatuan Indonesia (Poesponegoro,
2011: 345).
[1] Volksraad atau Dewan
Rakyat", adalah semacam dewan perwakilan rakyat Hindia Belanda. Dewan ini dibentuk pada tanggal 16 Desember 1916 oleh pemerintahan Hindia
Belanda yang diprakarsai oleh Gubernur-Jendral J.P. van Limburg Stirum bersama dengan Menteri Urusan Koloni Belanda; Thomas Bastiaan Pleyte.
[2]. SI memantapkan perjuangannya adalah mencapai
kemerdekaan nasional berdasarkan agama Islam. Karena tujuannya adalah untuk
mencapai kemerdekaan nasional maka Partai Sarekat Islam menggabungkan diri
dengan Pemufakatan
Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI).