Kerajaan Sriwijaya Berbasis Kemaritiman
Oleh : Diki Tri Apriansyah Putra
1. Kerajaan
Maritim Sriwijaya
Kawasan
pesisir timur Pulau Sumatera dilihat dari sudut pandang geohistoris memiliki
posisi yang sangat strategis dan sangat berpengaruh dalam membentuk konfigurasi
persebaran situ-situs pemukiman di Sumatera. Kedudukannya yang terletak didalam
jalur pelayaran antara India dan Cina telah memungkinkan daerah-daerah pesisir
di wilayah ini menjadi tempat persinggahan para pedagang dari barat ke timur
serta sebaliknya (D.M. Poesponegoro dan N. Notosusanto, 2011 : 65).
Dengan
bertambah pesatnya aktifitas perdagangan di sekitar jalur pelayaran Selat
Malaka, menjadikan kawasan di sekitar Timur Pulau Sumatera strategis untuk
didirikan sebuah kerajaan besar ditengah lalu lintas jalur perdagangan antara
barat dan timur.
Berdirinya Kerajaan
Sriwijaya ditandai dengan datangnya seorang raja bernama Dapunta Hyang Manalap Siddhayatra yang berangkat dari Minanga pada 11 paro terang bulan waisaka, tahun 604 S (682 M) dengan
membawa tentara dua laksa lalu
mendirikan sebuah wanua. Peristiwa
ini terekam dalam sebuah prasasti tertua yang ditemukan di Palembang dengan
nama Prasasti Kedukan Bukit. Banyak para peneliti menganggap bahwa prasasti ini
merupakan akta dari kelahiran Kerajaan
Sriwijaya.
Seiring berjalannya waktu, Kerajaan
Sriwijaya tumbuh pesat akibat letak wilayahnya yang strategis dengan
kemampuannya dalam menguasai lalu lintas perdagangan dan mendirikan
bandar-bandar dagang internasional. Selain didukung wilayah strategis yang
terletak di jalur perdagangan, Kerajaan Sriwijaya juga ditopang dengan kekuatan
ekonomi penghasil berbagai komoditas penting seperti kapur barus, emas, gambir,
gading, kayu-kayuan, wangi-wangian, obatan-obatan dan rempah-rempah yang
didapat dari daerah pedalaman ulu melalui jalur sungai Musi. Pusat Kerajaan
Sriwijaya yang berjantung di Palembang memiliki peranan cukup penting dalam
segi ekonomi, karena di Palembanglah tempat bertemunya para pedagang yang
berasal dari pedalaman Sumatera bagian Selatan dengan para pedangang internasional,
sehingga terjadilah kontak jual-beli antara komoditas lokal dan komoditas
internasional.
Inilah yang menjadikan
Sriwijaya sebagai kerajaan bercorak maritim dengan contoh mengembangkan bandar
dagang internasional sebagai pelabuhan transito yang ramai disinggahi
kapal-kapal asing untuk mengambil perbekalan serta melakukan aktivitas
perdagangan. Sriwijaya memperoleh banyak keuntungan dari komoditas ekspor dan
pajak kapal singgah. Sehingga mengantarkan kerajaan Sriwijaya mencapai puncak
kegemilangannya sebagai kerajaan salah satu kerajaan Maritim terkuat di
Nusantara.
Apabila membayangkan kondisi
kegemilangan Sriwijaya dengan bangunan-bangunan besar beserta candi-candi megah
seperti yang ada di Jawa dan wilayah Asia Tenggara lainnya, maka itu termasuk
kesalahan besar. Karena menurut Anthony Reid menyebutkan bahwa “Sebenarnya
Sriwijaya terdiri dari sejumlah pelabuhan yang saling berhubungan di sekitar
Selat Malaka termasuk Kalah di Semenanjung Malaya. Bukan satu pusat besar
penghasil candi dengan skala seperti Angkor Wat ataupun Pagan (Anthony Reid,
2014: 2).
Sriwijaya merupakan
kerajaan yang bercorak kemaritiman, oleh karena itu otomatis pembangunan serta
aktivitas perpolitikan Sriwijaya ditujukan pada permasalahan kemaritiman.
Walaupun terkadang Sriwijaya juga dianggap sebagai kerajaan Agraris karena
kayanya sumber daya agararia di daerah pedalaman, tetap saja corak yang
ditunjukkan Sriwijaya yaitu corak kemaritiman.
2. Peran
Sungai Musi dalam Menyokong Sriwijaya menjadi Kerajaan Maritim
Tidak
salah apabila terdapat anggapan bahwa Palembang terletak dalam posisi yang
sangat strategis apabila dilihat dari kacamata dunia perdagangan maritim,
walaupun letaknya sama sekali tidak berada di bibir pantai ataupun pinggiran
lautan. Palembang terletak pada daerah rendah di kedua tepi sungai Musi,
sekitar 90 km dari pertemuan sungai Musi dan anak sungai Sungsang di muara dan
kurang lebih 1,6 km sebelah ilir dari pertemuan sungai Musi dengan sungai Ogan
dan sungai Komering (Wolters, 1979: 33-50). Dari arah sungai sungsang menuju ke
sungai Musi merupakan jalur yan dapat dilayari kapal besar yang masuk dari
pantai timur Sumatera. Sedangkan dari arah sungai Ogan dan sungai Komering
menuju sungai Musi merupakan jalan masuk dari dan ke pedalaman. Dengan demikian
Palembang terletak di tengah-tengah arus lalu lintas pelayaran pantai timur
Sumatera dengan pedalaman melalui sungai Musi (Sevenhoven, 1971:113).
Melihat dari agihan Sungai Musi dari
hulu sampai ke muara yang melintasi dua provinsi, yaitu Bengkulu dan Sumatera
Selatan dimungkinkan terbukanya daerah pedalaman dalam aktivitas transportasi
dan komunikasi dengan daerah luar. Dengan demikian Palembang merupakan lokasi
strategis dan efesian dalam sistem transportasi dan komunikasi sehingga tidak
saja mampu menghubungkan antara komunitas yang berekosistem yang berada di hulu
sungai Ogan dan sungai Komering, tetapi juga dapat menghubungkan Palembang
dengan komunitas lain di luar Nusantara (Miksic, 1984; Kusomoharton, 1992).
Kedudukan Palembang yang sangat strategis inilah menjadikan salah satu bukti
nyata atas kegemilangan Kerajaan Sriwijaya yang tergolong dalam corak maritim.
Potensi yang ada di
laut sangatlah banyak, di mulai dari ekosistem pesisir dan lautnya. Untuk
pesisir potensinya dapat dimanfaatkan sebagai wisata dan tempat pencarian
masyarakat pesisir karna selain di laut banyak biota yang terdapat di pesisir
contohnya, Kepiting Bakau dan Siput/Kerang. Sedangkan untuk di laut banyak
selain dari biota di dasar laut contohnya, Udang, Kepiting, Kerang. Tetapi
potensi tersebut didukung oleh adanya ekosistem yang baik dan terawat.
3. Eksistensi
Kerajaan Maritim Sriwijaya dari Wilayah Kekuasaan hingga Hubungan Diplomatis di
Kancah Internasional
Setelah berhasil mengusai jalur
perdagangan Selat Malaka dan mendirikan bandar-bandar dagang di sekitar pulau
Sumatera dan Semenanjung Malaya, makin membuktikan bahwa Kerajaan Sriwijaya
telah bertransformasi menjadi salah satu kerajaan maritim terkuat di Nusantara
bahkan termasuk di wilayah Asia Tenggara. Sriwijaya terus melakukan pelebaran
wilayah kekuasaan dengan cara mengekspansi dan menguasai wilayah-wilayah di
daerah sekitarnya. Tercatat ada beberapa prasasti yang berisikan tentang
penaklukan militer kerajaan Sriwijaya yang mengarah ke wilayah Bangka dan
Lampung. Di Bangka, prasasti Sriwijaya ditemukan dekat sungai Menduk, Bangka
bagian barat. Prasasti ini disebut prasasti Kota Kapur, berisi tentang kutukan
kepada mereka yang berbuat jahat, tidak tunduk dan tidak setia pada raja..
Selanjutnya keterangan penting lainnya ialah mengenai usaha penaklukan
Sriwijaya di bumi Jawa yang tidak tunduk pada Sriwijaya (D.M. Poesponegoro dan
N. Notosusanto, 2011 : 76). Lalu di Lampung, ditemukan dua prasasti di tempat
yang berbeda. Prasasti pertama di daerah Palas Pasemah di tepi sungai (Way) Pisang,
Anak Sungai Sekampung, Lampung Selatan. Isinya hampir sama dengan isi prasasti
Kota Kapur. Prasasti Kedua, ditemukan di Desa Bungkuk, Kabupaten Lampung
Tengah. Apabila dilihat dari prasasti-prasasti tersebut dapat disimpulkan bahwa
Sriwijaya telah meluaskan daerah kuasaannya dari daerah Melayu, Bangka hingga
ke daerah Lampung Selatan, serta usaha menaklukkan Pulau Jawa yang menjadi
saingannya dalam bidang pelayaran dan perdagangan dengan luar negeri (D.M.
Poesponegoro dan N. Notosusanto, 2011 : 82).
Citra Sriwijaya dalam gelagat panggung
persaingan ekonomi dan politik dengan kerajaan lain semakin tinggi. Sriwijaya
tidak hanya sukses melebarkan pengaruhnya di wilayah Nusantara, tetapi mulai
merayap menanamkan pengaruhnya di sekitar Asia Tenggara. Berdasarkan tinjauan
tersebut, Sriwijaya berhasil menaruh pengaruhnya di wilayah Semenanjung Tanah
Melayu; lebih tepatnya di daerah Ligor (Thailand Selatan) ditandai dengan
peletakan sebuah prasasti yang mempunyai dua sisi (sisi A dan sisi B) yang
kemudian disebut prasasti Ligor. Dari manuskrip Ligor A, berisikan tentang Raja
Sriwijaya, raja dari segala raja yang ada di dunia. Sedangkan dari manuskrip
Ligor B, berisikan berita tentang nama Visnu
yang bergelar Sri Maharaja, dari keluarga Sailendravamsa yang dijuluki dengan pembunuh musuh-musuh yang
sombong tidak bersisa.
Selain memperluas wilayah kekuasaan dan
menyebarkan pengaruh, Kerajaan Sriwijaya juga membangun hubungan diplomatis
dengan kerajaan dan bangsa lainnya, baik itu dalam aspek politik, ekonomi,
budaya, militer dan agama. Di India bagian timur leibh tepatnya di daerah
Nalanda, raja Sriwijaya Balaputradewa mengeluarkan sebuah prasasti yang berisi
tentang pendirian bangunan biara di Nalanda oleh raja Balaputradewa. Selain
membangun hubungan dengan India, Sriwijaya juga membangun hubungan diplomatis
dengan Cina agar bekerja sama dalam mengamankan jalur pelayaran perdagangan
laut antara timur dan barat demi menciptakan rasa aman bagi para pedagang yang
melintas di kawasan laut Asia Tenggara.
DAFTAR PUSTAKA
Reid, Anthony. 2010. Sumatera Tempo Doeloe: dari Marco Polo
sampai Tan Malaka. Jakarta: Komunitas
Bambu
Poesponegoro, Djoenet Marwati dan
Nugroho Notosusanto. 2010. Sejarah
Nasional Indonesia II. Jakarta:
Balai Pustaka
Coedes, Goerge dkk. 2014. Kedatuan Sriwijaya. Depok: Komunitas
Bambu
Hall, D.G.E, 1981. Sejarah Asia Tenggara. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka
Retno Purwanti. 2018. Peran Sungai Musi Dalam Struktur Perdagangan
Masa Sriwijaya.
Makalah.
Dalam: Seminar Kesejarahan Sriwijaya dan Poros Maritim Dunia Palembang, 6-9
Agustus
Dr. Mhd. Nur, M.S. 2018. Hubungan Diplomasi Sriwijaya Pada Masa Kuno
di Kawasan Asia. Makalah. Dalam:
Seminar Kesejarahan Sriwijaya dan Poros Maritim Dunia Palembang, 6-9
Agustus
MGV. Tri Yuli Praptiningsih. 2018. Peran
Kerajaan Maritim Sriwijaya di Kancah Internasional. Makalah. Dalam: Seminar Kesejarahan Sriwijaya dan Poros Maritim
Dunia Palembang, 6-9 Agustus